Sebuah Pelajaran dari Syech Puji
Posted 13 November 2008
on:Semua orang menghujat, menghakimi dan menyalahkan Syech Puji karena ulahnya menikahi anak yang baru berusia 12 tahun. Semua orang berkomentar, setiap lembaga yang mengatasnamakan perlindungan anak berbicara lantang dengan nada menyalahkan Syech Puji?
Lalu pantaskan Syech Puji menerima semua hujatan tersebut? Terlepas dari “kesalahannya” dan “kenekadannya” menikahi anak di bawah umur, paling tidak kita mendapatkan sebuah pelajaran berharga dari Syech yang kaya raya ini.
1. Setelah ada kasus “besar” yang melibatkan “orang terkenal”, orang baru sadar dengan apa yang terjadi, bahwa menikahi anak di bawah umur adalah melanggar undang-undang. Lantas mereka beramai-ramai mengeluarkan pendapatnya, baik dari segi hukum negara, hukum agama sampai kepada opininya masing-masing. Padahal, sebelum “kasus Syech Puji” ini muncul, di desa-desa terpencil, di dusun-dusun tertinggal, di daerah-daerah terbelakang kebiasaan menikahkan anak di bawah umur ini “sudah biasa” dilakukan. Hanya saja, memang luput dari bidikan media massa, luput dari pantauan kita kalaupun kita tahu dan mengetahuinya, terkadang kita enggan mengesksposnya, karena seakan kita maphum bahwa “kasus” seperti ini memang sudah biasa terjadi di masyarakat golongan bawah yang hidup di bawah garis kemiskinan dan berada di daerah terpencil dan terbelakang.
2. Semua mata tertuju pada Syech Puji karena dianggap melanggar HAM Anak, padahal lihat di kota-kota besar, pengamen cilik, gelandangan kecil, peminta-minta mungil berseliweran di perempatan, mengadu nasib mencari sesuap nasi? Lalu kenapa kita seolah-olah buta, bisu dan nggak bisa bicara mengenai pemandangan semua ini. Padahal jelas-jelas setiap orang tua, “atasan” yang menyuruh mereka (anak-anak) tersebut “mencari” uang, bisa juga dikategorikan melanggar HAM Anak, karena anak-anak yang sepantasnya menjalani proses pendidikan “harus” terjun mencari uang? Kemana kita selama ini, dan kenapa kita membiarkan ini semua terus terjadi dan seakan-akan kita “bosan” untuk mengeksposnya?
(bersambung)
7 Tanggapan to "Sebuah Pelajaran dari Syech Puji"
aachh…itu dah biasa. di indonesia emang dari dulu gitu. kalo ada jalan yg berlobang, sampe kapanpun gak akan diperbaiki kalo belum ada yang nyungsep disitu.
Masyarakat kita sangat suka dengan gosip, apalagi media banyak yang memfasilitasinya, mencari keuntungan dari kebodohan masyarakat kita, tiap hari TV2x kita menyiarkan gosip.
Yang terjadi adalah masyarakat kita tetap dibuat bodoh, kadang makna dari apa yang disaksikan nggak berarti apa2x, hanya sekedar hiburan… tak lebih dari hiburan telinga semata, nggak nyampai diotak, padahal kalo kita lihat berapa banyak anak-anak kecil ‘dipaksa’ untuk jadi artis oleh orang tuanya, berdalih mengembangkan bakat, …bohong .. berapa banyak orang tua yang bela-belain ngutang buat modalin anak jadi artis dan terkenal, apa itu nggak melanggar HAM anak? sepintas memang semuanya hal yang lumrah, terus kemana punggawa2x HAM anak? apa nggak melihat itu suatu pelanggaran HAM anak?
Giliran masalah2x Sech Puji, Wong Solo, AA Gym (poligami), Rhoma Irama dll.. rame diomongin, bahkan jadi bahan celaan dimasyarakat… jangan jauh2x deh, artis yang berpoligami sendiri mana ada yang diobok2x… (karena takut ditembak pake pistol kali ya.. he..he..).
Kayaknya… yang selalu di persoalkan itu yang menyangkut Islam deh…
1 | djoerig
14 November 2008 pada 05:28
Pepatah:
“Kuman di seberang lautan nampak, gajak di pelupuk mata tak nampak”